Senin, 15 Oktober 2012

CONTRACT IN SHARIA


Contract (al-Aqd), which in terms of the language of Indonesia is called a contract, is a logical consequence of the social relations in people's lives. This relationship is the zakaat al-Fitr is already preordained by God when he created the creature called man. Therefore it is the social needs since human beings began to recognize the sense of property rights. Islam as a religion that gives a comprehensive and universal rules that are quite clearly in the contract to be implemented in every age.

1. Pengertian Akad
Akad (al-‘Aqd) dalam bahasa Arab berarti: pengikatan antara ujung-ujung sesuatu. Ikatan di sini tidak dibedakan apakah ia berbentuk fisik atau kiasan. Sedangkan menurut pengertian istilah, akad berarti ikatan antara ijab dan qabul yang diselenggarakan menurut ketentuan syariah di mana terjadi konsekuensi hukum atas sesuatu yang karenanya akad diselenggarakan . Pengertian ini bersifat lebih khusus karena terdapat pengertian akad secara istilah yang lebih luas dari pengertian ini. Namun ketika berbicara mengenai akad, pada umumnya pengertian inilah yang paling luas dipakai oleh fuqahâ’ (para pakar fikih).

2. Rukun Akad
Dalam pengertian fuqahâ’ rukun adalah: asas, sendi atau tiang. Yaitu Sesuatu yang menentukan sah (apabila dilakukan) dan tidaknya (apabila ditinggalkan) suatu pekerjaan tertentu dan sesuatu itu termasuk di dalam pekerjaan itu.. Seperti ruku’ dan sujud merupakan sesuatu yang menentukan sah atau tidaknya shalat; keduanya merupakan bagian yang tak terpisahkan dari perbuatan “shalat”. Dalam mu’amalah, seperti: ijab dan qabul dan orang yang menyelenggarakan akad tersebut. Menurut Jumhur ulama rukun akad ada tiga; yaitu âqid (orang yang menyelenggarakan akad seperti penjual dan pembeli), harga dan barang yang ditransaksikan (ma’qûd alaih) dan shighatul ‘aqd (bentuk ucapan akad) . Ijab adalah ungkapan atau ucapan atau sesuatu yang bermakna demikian yang datang dari orang yang memiliki barang. Qabul adalah ungkapan atau ucapan atau sesuatu yang bermakna demikian yang datang dari orang yang akan dipindahkan kepemilikan barang tersebut kepadanya. Jika transaksi itu jual-beli, maka ucapan si penjual kepada pembeli : “Saya jual buku ini kepada anda” adalah ijab sekalipun hal itu diucapkan belakangan. Dalam transaksi jual-beli di sini, qabul adalah ucapan si pembeli kepada si penjual: “Saya beli buku ini” sekalipun ucapan itu dikeluarkan di depan. Jika ijab dan qabul ini sudah diikat satu sama lain sementara keduanya diucapkan oleh orang yang sehat akalnya maka akan terjadi perubahan status hukum ke atas barang yang diselenggarakan akad atasnya (dalam hal ini adalah buku yang dijual). Ijab dan qabul ini sangat penting karena menjadi indikator kerelaan mereka yang melakukan akad. Dalam fikih mu’amalah, ijab dan qabul ini adalah komponen dari shighatul ‘aqd yaitu ekspresi dari dua pihak yang menyelenggarakan akad atau âqidain (pemilik barang dan orang yang akan dipindahkan kepemilikan barang kepadanya) yang mencerminkan kerelaan hatinya untuk memindahkan kepemilikan dan menerima kepemilikan..

3. Orang yang menyelenggarakan akad (âqidain)
Pihak yang menyelenggarakan akad ini dapat sebagai pembeli atau penjual atau orang yang memiliki hak dan yang akan diberi hak. Keduanya mempunyai syarat yang sama yaitu, pertama, berakal atau mumayyiz . Berakal di sini adalah tidak gila sehingga mampu memahami ucapan orang-orang normal. Mumayyiz artinya mampu membedakan antara baik dan buruk; antara yang berbahaya dan tidak berbahaya; dan antara merugikan dan menguntungkan. Kedua, orang yang menyelenggarakan akad haruslah bebas dari tekanan sehingga mampu mengekspresikan pilihan bebasnya.

4. Barang dan Harganya (al-Ma’qûd ‘Alaih)
Barang dan harga dalam akad jual-beli disyaratkan sebagai berikut: Pertama, barang atau harga harus suci dan tidak najis atau terkena barang najis yang tidak dapat dipisahkan. Ini berlaku bagi barang yang dijual-belikan maupun harga yang dijadikan ukuran jual-beli. Kedua, barang dan harga tersebut harus benar-benar dapat dimanfaatkan secara syar’i. Ketiga, barang yang dijual harus menjadi milik dari penjual saat transaksi tersebut diselenggarakan. Tidak diperbolehkan menjual barang yang tidak dimiliki kecuali dalam akad salam. Barang yang dijual harus dipastikan dapat diserahkan kepada pembeli. Jual-beli yang tidak dapat mengantarkan barang kepada pembeli dianggap sebagai suatu transaksi yang tidak sah. Keempat, barang tersebut harus diketahui karakteristik dan seluk beluknya. Begitu juga harga harus diketahui secara pasti untuk menghapuskan kemungkinan persengketaan yang diakibatkan oleh ketidaktahuan harga. Kelima, dalam akad ini tidak diperbolehkan menambahkan persyaratan bahwa transaksi bersifat sementara. Misalnya si penjual mengatakan bahwa ia menjual mobilnya dengan harga sekian untuk jangka waktu sekian.

5. Jenis-jenis Akad
Ada banyak jenis akad yang umum dikenal dalam fikih muamalah dengan memandang kepada apakah akad itu diperbolehkan oleh syara’ atau tidak; dengan memandang apakah akad itu bernama atau tidak; dengan memandang kepada tujuan diselenggarakannya akad dan lain-lain.

a. Akad Sah dan Tidak Sah
Akad sah adalah akad yang diselenggarakan dengan memenuhi segala syarat dan rukunnya. Hukumnya adalah akad ini berdampak pada tercapainya realisasi yang dituju oleh akad tersebut yaitu perpindahan hak milik.Sedangkan akad yang tidak sah adalah akad yang salah satu rukun atau syarat pokoknya tidak dipenuhi. Hukumnya adalah bahwa akad tersebut tidak memiliki dampak apapun, tidak terjadi pemindahan kepemilikan dan akad dianggap batal seperti jual-beli bangkai, darah atau daging babi. Dengan kata lain dihukumi tidak terjadi transaksi 

b. Dengan Melihat Penamaan
Dari segi penamaan maka akad dapat dibagi menjadi dua juga yaitu akad musamma dan ghairu musamma. Akad musamma adalah akad yang sudah diberi nama tertentu oleh syara’ seperti jual-beli (buyû’), ijârah , syirkah , hibah, kafâlah , hawâlah , wakâlah , rahn (gadai) dan lain-lain. Sedangkan akad ghairu musamma akad yang belum diberi nama tertentu dalam syara’ demikian pula hukum-hukum yang mengaturnya. Akad-akad ini terjadi karena perkembangan kemajuan peradaban manusia yang dinamik. Jumlahnya pun sangat banyak dan tidak terbatas seperti istishnâ’ , baiul wafâ’ dan bermacam-macam jenis syirkah (musyârakah) lain-lain.

c. Akad ‘Aini dan Ghairu ‘Aini
Dilihat dari diserahkannya barang kepada pihak yang diberikan hak sebagai kesempurnaan sahnya suatu akad, maka akad dapat digolongkan menjadi ‘aini dan ghairu ‘aini. Akad ‘Aini adalah akad yang pelaksanaannya secara tuntas hanya mungkin terjadi bila barang yang ditransaksikan benar-benar diserahkan kepada yang berhak untuk misalnya hibah , i’arah , wadiah , rahn dan qardh . Dalam akad-akad ini barang yang diakadkan harus diserahkan kepada pihak yang berhak untuk menuntaskan bahwa akad benar-benar terjadi. Kalau tidak diserahkan kepada yang berhak, maka akad tidak terjadi atau batal. Sedangkan ghairu aini adalah akad yang terlaksana secara sah dengan mengucapkan shighat akad secara sempurna tanpa harus menyerahkan barang kepada yang berhak. Umumnya akad-akad selain yang lima di atas dapat digolongkan ke dalam akad ghairu ‘aini.











Minggu, 30 September 2012

SHARIA BUSINESS PROCESS


The twentieth first century has witnessed resurgence in the observance of fundamental Islamic business practices around the world. However, the fact cannot be denied that the current state of business under unbridled capitalism in the majority of cases in the Muslim world remains far from the Islamic ideal. This gap between the ideal and the reality is widening rapidly and has become a threat not only to the well being of the masses but also to the very peace and stability of Muslim societies.This paper try to describe the model of shariah compliant business entities. It presents the basic understanding of the concept of business in Islam and its business characteristics. It also explore the form of business management model that is shariah compliant.

PENGERTIAN BISNIS SYARIAH 
Secara bahasa, Syariat (al-syari’ah) berarti sumber air minum (mawrid al-ma’ li al istisqa) atau jalan lurus (at-thariq al-mustaqîm). Sedang secara istilah Syariah bermakna perundang-undangan yang diturunkan Allah Swt melalui Rasulullah Muhammad SAW untuk seluruh umat manusia baik menyangkut masalah ibadah, akhlak, makanan, minuman pakaian maupun muamalah (interaksi sesama manusia dalam berbagai aspek kehidupan) tunjuannya meraih kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Menurut Syafi’I Antonio, syariah mempunyai keunikan tersendiri, Syariah tidak saja komprehensif, tetapi juga universal. Universal bermakna bahwa syariah dapat diterapkan dalam setiap waktu dan tempat oleh setiap manusia. Keuniversalan ini terutama pada bidang sosial ekonomi yang tidak membeda-bedakan antara kalangan Muslim dan non-Muslim. Dengan mengacu pada pengertian tersebut, Hermawan Kartajaya dan Syakir Sula memberi pengertian bahwa Bisnis syariah adalah bisnis yang santun, bisnis yang penuh kebersamaan dan penghormatan atas hak masing-masing. Pengertian yang hari lalu cenderung normatif dan terkesan jauh dari kenyataan bisnis kini dapat dilihat dan dipraktikkan dan akan menjadi trend bisnis masa depan.

PRINSIP DASAR DAN ETIKA DALAM BISNIS SYARI’AH
Ada empat prinsip (aksioma) dalam ilmu ikonomi Islam yang mesti diterapkan dalam bisnis syari’ah, yaitu:
1.      Tauhid (Unity/kesatuan)
2.      Keseimbangan atau kesejajaran (Equilibrium)
3.      Kehendak Bebas (Free Will)
4.      Tanggung Jawab (Responsibility)
  • Tauhid mengantarkan manusia pada pengakuan akan keesaan Allah selaku Tuhan semesta alam. Dalam kandungannya meyakini bahwa segala sesuatu yang ada di alam ini bersumber dan berakhir kepada-Nya. Dialah pemilik mutlak dan absolut atas semua yang diciptakannya. Oleh sebab itu segala aktifitas khususnya dalam muamalah dan bisnis manusia hendaklah mengikuti aturan-aturan yang ada jangan sampai menyalahi batasan-batasan yang telah diberikan.
  • Keseimbangan atau kesejajaran (Equilibrium) merupakan konsep yang menunjukkan adanya keadilan sosial. Kehendak bebas (Free Will) yakni manusia mempunyai suatu potensi dalam menentukan pilihan-pilihan yang beragam, karena kebebasan manusia tidak dibatasi. Tetapi dalam kehendak bebas yang diberikan Allah kepada manusia haruslah sejalan dengan prinsip dasar diciptakannya manusia yaitu sebagai khalifah di bumi. Sehingga kehendak bebas itu harus sejalan dengan kemaslahatan kepentingan individu telebih lagi pada kepentingan umat.
  • Tanggung Jawab (Responsibility) terkait erat dengan tanggung jawab manusia atas segala aktifitas yang dilakukan kepada Tuhan dan juga tanggung jawab kepada manusia sebagai masyarakat. Karena manusia hidup tidak sendiri dia tidak lepas dari hukum yang dibuat oleh manusia itu sendiri sebagai komunitas sosial. Tanggung jawab kepada Tuhan tentunya diakhirat, tapi tanggung jawab kepada manusia didapat didunia berupa hukum-hukum formal maupun hukum non formal seperti sangsi moral dan lain sebagainya.
Sementara menurut Beekun terdapat 5 aksioma dalam ekonomi islam. Sebagai yang kelima adalah benovelence atau dalam istilah lebih familiar dikenal dengan Ihsan. Ihsan adalah kehendak untuk melakukan kebaikan hati dan meletakkan bisnis pada tujuan berbuat kebaikan. Kelima prinsip tersebut secara operasional perlu didukung dengan suatu etika bisnis yang akan menjaga prinsip-prinsip tersebut dapat terwujud.

Etika Bisnis Syari’ah
Etika dipahami sebagai seperangkat prinsip yang mengatur hidup manusia (a code or set of principles which people live). Berbeda dengan moral, etika merupakan refleksi kritis dan penjelasan rasional mengapa sesuatu itu baik dan buruk. Menipu orang lain adalah buruk. Ini berada pada tataran moral, sedangkan kajian kritis dan rasional mengapa menipu itu buruk dan apa alasan pikirnya, merupakan lapangan etika. Perbedaan antara moral dan etika sering kabur dan cendrung disamakan. Intinya, moral dan etika diperlukan manusia supaya hidupnya teratur dan bermartabat. Orang yang menyalahi etika akan berhadapan dengan sanksi masyarakat berupa pengucilan dan bahkan pidana.Bisnis merupakan bagian yang tak bisa dilepaskan dari kegiatan manusia. Sebagai bagian dari kegiatan ekonomi manusia, bisnis juga dihadapkan pada pilihan-pilihan penggunaan factor produksi. Efisiensi dan efektifitas menjadi dasar prilaku kalangan pebisnis. Sejak zaman klasik sampai era modern, masalah etika bisnis dalam dunia ekonomi tidak begitu mendapat tempat. Ekonom klasik banyak berkeyakinan bahwa sebuah bisnis tidak terkait dengan etika. Dalam ungkapan Theodore Levitt, tanggung jawab perusahaan hanyalah mencari keuntungan ekonomis belaka. Atas nama efisiensi dan efektifitas, tak jarang, masyarakat dikorbankan, lingkungan rusak dan karakter budaya dan agama tercampakkan.
Perbedaan etika bisnis syariah dengan etika bisnis yang selama ini dipahami dalam kajian ekonomi terletak pada landasan tauhid dan orientasi jangka panjang (akhirat). Prinsip ini dipastikan lebih mengikat dan tegas sanksinya. Etika bisnis syariah memiliki dua cakupan. Pertama, cakupan internal, yang berarti perusahaan memiliki manajemen internal yang memperhatikan aspek kesejahteraan karyawan, perlakuan yang manusiawi dan tidak diskriminatif plus pendidikan. Sedangkan kedua, cakupan eksternal meliputi aspek trasparansi, akuntabilitas, kejujuran dan tanggung jawab. Demikian pula kesediaan perusahaan untuk memperhatikan aspek lingkungan dan masyarakat sebagai stake holder perusahaan.
Abdalla Hanafi dan Hamid Salam, Guru Besar Business Administration di Mankata State Univeristy menambahkan cakupan berupa nilai ketulusan, keikhlasan berusaha, persaudaraan dan keadilan. Sifatnya juga universal dan bisa dipraktekkan siapa saja. Etika bisnis syariah bisa diwujudkan dalam bentuk ketulusan perusahaan dengan orientasi yang tidak hanya pada keuntungan perusahaan namun juga bermanfaat bagi masyarakat dalam arti sebenarnya. Pendekatan win-win solution menjadi prioritas. Semua pihak diuntungkan sehingga tidak ada praktek “culas” seperti menipu masyarakat atau petugas pajak dengan laporan keuangan yang rangkap dan lain-lain. Bisnis juga merupakan wujud memperkuat persaudaraan manusia dan bukan mencari musuh. Jika dikaitkan dengan pertanyaan di awal tulisan ini, apakah etika bisnis syariah juga bisa meminimalisir keuntungan atau malah merugikan ?. Jawabnya tergantung bagaimana kita melihatnya. Bisnis yang dijalankan dengan melanggar prinsip-prinsip etika dan syariah seperti pemborosan, manipulasi, ketidakjujuran, monopoli, kolusi dan nepotisme cenderung tidak produktif dan menimbulkan inefisiensi.
Etika yang diabaikan bisa membuat perusahaan kehilangan kepercayaan dari masyarakat bahkan mungkin dituntut di muka hukum. Manajemen yang tidak menerapkan nilai-nilai etika dan hanya berorientasi pada laba (tujuan) jangka pendek, tidak akan mampu bertahan (survive) dalam jangka panjang. Jika demikian, pilihan berada di tangan kita. Apakah memilih keuntungan jangka pendek dengan mengabaikan etika atau memilih keuntungan jangka panjang dengan komit terhadap prinsip-prinsip etika –dalam hal ini etika bisnis syariah.

Ciri-Ciri Bisnis Syari’ah
Bisnis syariah merupakan implementasi/perwujudan dari aturan syari’at Allah. Sebenarnya bentuk bisnis syari’ah tidak jauh beda dengan bisnis pada umumnya, yaitu upaya memproduksi/mengusahakan barang dan jasa guna memenuhi kebutuhan konsumen. Namun aspek syariah inilah yang membedakannya dengan bisnis pada umumnya. Sehingga bisnis syariah selain mengusahakan bisnis pada umumnya, juga menjalankan syariat dan perintah Allah dalam hal bermuamalah. Untuk membedakan antara bisnis syariah dan yang bukan, maka kita dapat mengetahuinya melalui ciri dan karakter dari bisnis syariah yang memiliki keunikan dan ciri tersendiri. Beberapa cirri itu antara lain:
1.    Selalu Berpijak Pada Nilai-Nilai Ruhiyah. Nilai ruhiyah adalah kesadaran setiap manusia akan eksistensinya sebagai ciptaan (makhluq) Allah yang harus selalu kontak dengan-Nya dalam wujud ketaatan di setiap tarikan nafas hidupnya. Ada tiga aspek paling tidak nilai ruhiyah ini harus terwujud , yaitu pada aspek : (1) Konsep, (2) Sistem yang di berlakukan, (3) Pelaku (personil).
2.      Memiliki Pemahaman Terhadap Bisnis yang Halal dan Haram. Seorang pelaku bisnis syariah dituntut mengetahui benar fakta-fakta (tahqiqul manath) terhadap praktek bisnis yang Sahih dan yang salah. Disamping juga harus paham dasar-dasar nash yang dijadikan hukumnya (tahqiqul hukmi).
3.     Benar Secara Syar’iy Dalam Implementasi. Intinya pada masalah ini adalah ada kesesuaian antara teori dan praktek, antara apa yang telah dipahami dan yang di terapkan. Sehingga pertimbangannya tidak semata-mata untung dan rugi secara material.
4.  Berorientasi Pada Hasil Dunia dan Akhirat. Bisnis tentu di lakukan untuk mendapat keuntungan sebanyak-banyak berupa harta, dan ini di benarkan dalam Islam. Karena di lakukannya bisnis memang untuk mendapatkan keuntungan materi (qimah madiyah). Dalam konteks ini hasil yang di peroleh, di miliki dan dirasakan, memang berupa harta.
5.   Namun, seorang Muslim yang sholeh tentu bukan hanya itu yang jadi orientasi hidupnya. Namun lebih dari itu. Yaitu kebahagiaan abadi di yaumil akhir. Oleh karenanya. Untuk mendapatkannya, dia harus menjadikan bisnis yang dikerjakannya itu sebagai ladang ibadah dan menjadi pahala di hadapan Allah . Hal itu terwujud jika bisnis atau apapun yang kita lakukan selalu mendasarkan pada aturan-Nya yaitu syariah Islam.

Jika semua hal diatas dimiliki oleh seorang pengusaha muslim, niscaya dia akan mampu memadukan antara realitas bisnis duniawi dengan ukhrowi, sehingga memberikan manfaat bagi kehidupannya di dunia maupun akhirat.

Prinsip Transaksi Dalam Islam
Agar transaksi yang kita lakukan sesuai dengan kaidah bisnis syariah ada lima prinsip yang harus kita perhatikan :
  1. Kegiatan ekonomi yang kita transaksikan tidak berbasis bunga atau riba
  2. Produk atau jasa yang kita transaksikan tidak melibatkan sesuatu yang haram, seperti daging babi atau minuman beralkohol.
  3. Menghindari hal-hal yang bersifat judi (masyir)
  4. Menghindari hal-hal yang bersifar spekulatif atau tidak pasti ( gharar)
  5. Kesediaan mengeluarkan zakat dan sedekah.
Implikasi dari lima prinsip tersebut adalah larangan terhadap sejumlah perbuatan sebagai berikut:
  1. Menimbun (ikhtiar), Islam melaknat praktek penimbunan (ikhtiar) barang, karena hal tersebut berakibat naiknya harga barang dipasaran akibat sedikitnya pasokan ke masayarakat. Sebagaimana Sabda Rasulullah “Orang yang mensuply barang akan diberi rezeki, dan orang yang menimbunnya akan mendapatkan laknat” (HR Ibnu Majah).
  2.  Transaksi Palsu (bai’najasi), adalah transaksi yang mengabaikan bisnis syariah yang dibuat-buat dengan tujuan tertentu, misalnya untuk menaikan harga barang atau menurunkannya. Dalam ilmu ekonomi transaksi tersebut disebut penawaran palsu (false supply) dan permintaan palsu (false demand). Penawaran palsu dilakukan dengan  tujuan menaikan harga barang karena meningkatnya permintaan cenderung akan mendorong naiknya harga barang. Kejadian sebalaiknya adalah penawaran palsu yang tujuannya menurunkan harga barang sehingga pembeli bisa membeli barang tersebut dengan harga murah. 
  3. Ghaban, adalah kegiatan illegal yang melanggar prinsip bisnis syariah dilingkungan pasar financial yang biasanya memanfaatkan informasi internal, misalnya rencana-rencana keputusan-keputusan perusahaan yang belum di publikasikan. Di Pasar modal prilaku yang termasuk ghaban misalnya adalah perdagangan orang dalam ( insider trading). 
  4. Mengurangi Takaran, banyak perintah Al-qur’an yang menyebutkan tentang kewajiban menggunakan takaran yang benar, ini sangat jauh dari prinsip bisnis syariah. Dan syu’aib berkata : “Hai kaumku, sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil dan janganlah kamu merugikan hak-hak manusia dan janganlah kamu membuat kejahatan dimuka bumi dengan berbuat kejahatan” 
  5. Tidak mengurangai takaran bagian dari upaya menjaga kepercayaan antara investor dan pengelola investasi. Dengan demikian fungsi auditor dalam memeriksa setiap transaksi sangat diperlukan. Bila tindakan mengurangi takaran dibiarkan maka hal itu akan mengakibatkan hilangnya keprcayaan investor terhadap produk investasi yang ada.
 



Referensi:*

Senin, 17 September 2012

BUSINESS PROCESS


Business process is a holistic approach focused on aligning all aspects of an organization with the wants and needs of clients. It promotes business effectiveness and efficiency while striving for innovation, flexibility, and integration with technology.Business process attempts to improve processes continuously. It can therefore be described as a "process optimization process." It is argued that Business Process enables organizations to be more efficient, more effective and more capable of change than a functionally focused, traditional hierarchical management approach. An empirical study by Kohlbacher (2009) indicates that business process helps organizations to gain higher customer satisfaction, product quality, delivery speed and time-to-market speed. An empirical study by Vera & Kuntz (2007) conducted in the German hospital sector indicates that business process has a positive impact on organizational efficiency.

Proses bisnis
Proses bisnis adalah suatu kumpulan pekerjaan yang saling terkait untuk menyelesaikan suatu masalah tertentu. Suatu proses bisnis dapat dipecah menjadi beberapa subproses yang masing-masing memiliki atribut sendiri tapi juga berkontribusi untuk mencapai tujuan dari superprosesnya. Analisis proses bisnis umumnya melibatkan pemetaan proses dan subproses di dalamnya hingga tingkatan aktivitas atau kegiatan. Banyak definisi yang telah dijabarkan oleh para ahli manajemen mengenai proses bisnis (lihat bacaan lanjutan). Beberapa karakteristik umum yang dianggap harus dimiliki suatu proses bisnis adalah:
  1. Definitif: Suatu proses bisnis harus memiliki batasan, masukan, serta keluaran yang jelas. 
  2. Urutan: Suatu proses bisnis harus terdiri dari aktivitas yang berurut sesuai waktu dan ruang. 
  3. Pelanggan: Suatu proses bisnis harus mempunyai penerima hasil proses. 
  4. Nilai tambah: Transformasi yang terjadi dalam proses harus memberikan nilai tambah pada penerima. 
  5. Keterkaitan: Suatu proses tidak dapat berdiri sendiri, melainkan harus terkait dalam suatu struktur organisasi. 
  6.  Fungsi silang: Suatu proses umumnya, walaupun tidak harus, mencakup beberapa fungsi.
Sering kali pemilik proses, yaitu orang yang bertanggung jawab terhadap kinerja dan pengembangan berkesinambungan dari proses, juga dianggap sebagai suatu karakteristik proses bisnis.
  • Proses adalah urutan pelaksanaan atau kejadian yang terjadi secara alami atau didesain, mungkin menggunakan waktu, ruang, keahlian atau sumber daya lainnya, yang menghasilkan suatu hasil. Suatu proses mungkin dikenali oleh perubahan yang diciptakan terhadap sifat-sifat dari satu atau lebih objek di bawah pengaruhnya. Bandingkan: pengolahan. 
  • Waktu adalah seluruhrangkaian saat ketika proses, perbuatan atau keadaan berada atau berlangsung. Dalam hal ini, skala waktu merupakan interval antara dua buah keadaan/kejadian, atau bisa merupakan lama berlangsungnya suatu kejadian. 
  • Manajer adalah seseorang yang bekerja melalui orang lain dengan mengoordinasikan kegiatan-kegiatan mereka guna mencapai sasaran organisasi.
Setiap solusi Manajemen Proses Bisnis (BPM) memiliki empat komponen utama:
  1. Pemodelan adalah Pengguna dapat mendefinisikan dan mendesain struktur dari setiap proses bisnis secara grafis. Manajer Proses dapat mendesain sebuah proses beserta seluruh elemen, aturan, sub-proses, parallel proses, penanganan exception, penangan error, dan workflow dengan mudah tanpa perlu memiliki kemampuan programming khusus dan tanpa membutuhkan bantuan dari staf IT. Pengintegrasian BPM dapat menghubungkan setiap elemen dalam proses sehingga elemen-elemen tersebut dapat saling berkolaborasi dan bertukar informasi untuk menyelesaikan tujuannya. Pada level aplikasi, hal ini bisa diartikan sebagai penggunaan Application Programming Interface (API) dan messaging. Bagi pengguna, hal ini berarti tersedianya sebuah workspace pada komputernya ataupun perangkat wireless-nya untuk mengerjakan tugas sesuai dengan perannya pada suatu proses bisnis. 
  2. Pengawasan adalah Pengguna dapat mengawasi dan mengontrol performansi dari proses bisnis yang sedang berjalan dan performansi dari setiap personil yang  erlibat dalam proses bisnis tersebut. Pengguna juga dapat memperoleh informasi mengenai proses yang tengah berjalan, maupun yang telah selesai, beserta data-data yang ada di dalamnya. 
  3. Optimalisasi adalah Pengguna dapat menganalisa dan memonitor suatu proses bisnis, melihat ketidakefisienan, dan juga memungkinkan pengguna untuk mengambil tindakan dengan cepat dan merubah proses tersebut untuk meningkatkan efisiensinya.
Desain Proses Bisnis
Desain proses bisnis merupakan penjelasan dengan detail bagaimana bagian-bagian dari sistem diimplementasikan. jika dilihat dari siklus hidup proses bisnis, maka dalam tahapan desain, sistem dalam proses bisnis diidentifikasi dan dimodelkan. Pada tahap ini dilakukan penelitian terhadap proses bisnis dan lingkungan organisasi serta teknik dari perusahaan. Berdasarkan hal ini, proses bisnis dapat diidentifikasikan, ditinjau kembali, divalidasi, dan digambarkan dengan model proses bisnis.

Analisa Proses Bisnis
Analisa Proses Bisnis mempelajari dan memahami bagaimana aktifitas dan fungsi dari suatu proses bisnis dapat berjalan sesuai dengan pencapaian tujuan organisasi. Tujuan dari analisis proses bisnis diantaranya adalah memahami hubungan proses bisnis yang sedang berjalan dengan pencapaian visi dan misi organisasi. Selain itu juga analisis proses bisnis bertujuan mempelajari kumpulan proses dan aktifitas dari proses bisnis yang digunakan organisasi dan mempelajari seberapa jauh proses bisnis ini mencapai tujuan dari organisasi. Analisa proses bisnis menggunakan tenik pemodelan proses bisnis yaitu validasi, simulasi dan verifikasi. Pemodelan proses bisnis merupakan cara untuk memahami, mendesign dan menganalisa suatu proses. Dengan proses pemodelan, perusahaan dapat melakukan integrasi, menganalisa dan mengingkatkan performance dari pengelolaan bisnis prosesnya. Juga dapat mengidentifikasi critical path dan bottleneck yang mungkin terjadi serta menetapkan Key Perfomance Indicator dari tujuan organisasi.

Tahapan Dalam Analisis Dan Perancangan Proses Bisnis
  1. Tahap Validasi : Tahap ini merupakan tahap validasi terhadap desain awal dari proses bisnis dibangun. Satu instrumen yang bermanfaat untuk memvalidasi proses bisnis adalah workshop. Workshop akan memastikan apakah semua proses bisnis yang valid telah terwakili oleh model proses bisnis. 
  2. Tahap Simulasi : Teknik simulasi dapat digunakan untuk mendukung validasi, karena urutan pelaksanaan yang tidak diinginkan mungkin dapat disimulasikan untuk  menampilkan kekurangan pada model proses. Simulasi proses bisnis memungkinkan stakeholder untuk melewati proses pada suatu urutan cara yang bertahap dan untuk memeriksa apakah proses sesungguhnya telah sesuai dengan yang diharapkan. 
  3. Tahap Verifikasi : Proses bisnis benar-benar di analisa dan ditingkatkan sedemikian rupa sehingga model proses bisnis ini  merupakan proses bisnis yang diinginkan. 
  4. Identifikasi Proses Bisnis dan Pemodelan: setelah melalui tahap verifikasi maka proses bisnis diidentifikasi kira-kira mana yang sesuai dengan proses bisnis baru yang dapat meningkatkan efisiensi dan mencapai tujuan perusahaan.

Kesimpulan
Banyak perusahaan memanfaatkan teknologi informasi untuk mengoptimisasi proses bisnis yang dimilikinya, tapi mereka kadang masih membangun solusi dengan sistem yang tidak terintegrasi. Sistem tersebut terpisah berdasarkan unit kerja maupun berdasarkan proses bisnis. Hal ini akan menjadi halangan ketika suatu proses membutuhkan kolaborasi dengan proses lain untuk dapat menyelesaikan jalannya proses tersebut. Proses Bisnis adalah solusi yang dibutuhkan oleh perusahaan untuk mengelola proses bisnis yang mereka miliki Dengan Proses bisnis perusahaan dapat dengan mudah memodelkan dan mengubah proses bisnis sesuai kebutuhan agar dapat dioptimisasi, yang pada akhirnya akan mengurangi ongkos produksi, meningkatkan efisiensi karyawan, meningkatkan kepuasan pelanggan, memperbaiki hubungan dengan partner bisnis, dan pada akhirnya adalah meningkatkan keuntungan perusahaan.




Referensi*: